Anak lebih senang beraktivitas di luar rumah dan mencari cara termasuk berbohong

Anda tidak pernah tertawa bareng anak-anak atau tidak pernah membuat lelucon di depan anak-anak, begitu juga sebaliknya.
Anak rasanya tidak nyaman dan selalu serius ketika di hadapan Anda, padahal mereka bisa tertawa dan santai saja saat berbincang dengan temannya.
Anda susah menerima perbedaan nilai dan pendapat. Misalkan, Anda tidak suka mewarnai rambut dan tiba-tiba anak pulang dengan rambut diwarnai, maka anak akan dihukum atau mendapatkan teguran keras.
Ketika anak sudah beranjak remaja, Anda tidak mengizinkan anak menggunakan pakaian pilihannya. Atau, memberikan komentar negatif pada preferensi atau selera pribadinya.
Anda hanya sesekali memberikan izin pada anak yang sudah beranjak remaja untuk keluar rumah, padahal anak lain boleh keluar rumah seminggu sekali.
Anak sampai berbohong apabila takut melanggar aturan atau tindakannya tidak disetujui orang tua.
Anak tidak pernah berbicara dari hati ke hati dengan orangtua, obrolan di rumah hanya percakapan formal seputar kehidupan sekolah, tidak pernah ada obrolan seputar kehidupan pribadi atau sosial anak.
Anak lebih senang beraktivitas di luar rumah dan mencari cara termasuk berbohong agar bisa terus berada di luar rumah.
Anak menarik diri dan sebisa mungkin menjaga jarak dari orangtua.
Dampak Strict Parents pada Anak
Dampak pola asuh dengan sistem strict parents sangat berdampak pada tumbuh kembang anak. Berikut dampak buruk dari strict parents yang disadur dari laman Hot.liputan6.com.

Pola asuh yang ketat membuat anak-anak akan kehilangan kesempatan untuk menginternalisasi disiplin diri dan tanggung jawab. Pengekangan yang terlalu keras memang dapat mengontrol perilaku untuk sementara, namun tidak membantu anak belajar untuk mengatur diri sendiri. Pengekangan yang keras justru memicu penolakan untuk mengambil tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Perilaku disiplin diri pada anak akan berkembang dari RTP slot kasih sayang orang tua secara internal. Tak ada seorang pun yang suka dikontrol, jadi tidak mengherankan pula jika anak-anak menolak pengekangan yang tidak disertai rasa empati.
Pola asuh yang otoriter, mengekang tanpa empati, dan perilaku didasari karena rasa ketakutan justru akan mengajarkan anak-anak untuk menggertak. Anak-anak cenderung mempelajari apa yang mereka jalani dan meneladani sikap orang tua. Jika orang tua berteriak, maka mereka akan meniru dengan berteriak pula. Bahkan, jika orang tua menggunakan kekerasan, mereka juga meniru dengan kekerasan.
Anak-anak yang dibesarkan dengan terlalu disiplin dan kerap diberi hukuman, maka anak tersebut cenderung mudah marah dan depresi Hal ini dikarenakan pola asuh anak yang otoriter menjelaskan kepada anak-anak bahwa sebagian dari diri mereka tidak dapat diterima, orang tua juga tidak turut membantu mereka untuk belajar mengatasi dan mengelola perasaan sulit yang mendorong mereka untuk bertindak. Anak-anak dibiarkan kesepian dan mencoba mencari-cari sendiri bagaimana cara mengatasi hal tersebut.